Siswa SMK di Garut Tidak Bisa Ikut Ujian Karena DSP, anggota DPRD garut yudha puja turnawan minta pemkab Garut segera bertindak

Rppnews – Seorang siswa SMK Negeri di Kabupaten Garut, Muhamad Rizki, terpaksa tidak dapat mengikuti ujian kenaikan kelas karena belum melunasi Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) sebesar Rp9 juta. Kasus ini memicu perhatian publik, termasuk dari Anggota DPRD Kabupaten Garut, Yudha Puja Turnawan, yang mendesak pemerintah daerah segera turun tangan.
Rizki, siswa kelas 10 jurusan elektro di SMKN 2 Garut (Jalan Suherman No. 90, Desa Jati, Kecamatan Tarogong Kaler), awalnya dibebankan DSP sebesar Rp11 juta, yang kemudian diturunkan menjadi Rp9 juta. Namun, kondisi ekonomi keluarganya yang sangat terbatas membuat mereka tetap tidak mampu membayar. Ayah Rizki bekerja sebagai pemulung, dan keluarganya tinggal di rumah kontrakan.

Ironisnya, pihak sekolah mengkategorikan Rizki sebagai siswa yang mengundurkan diri karena tidak mengikuti ujian. Padahal, ia tidak diberi kartu ujian dan kesempatan untuk naik kelas.

“Dana Sumbangan Pendidikan di sekolah negeri seharusnya bersifat sukarela, bukan ditentukan besarannya. Jika ditentukan, itu sudah termasuk pungutan, dan pungutan dilarang di sekolah negeri,” tegas Yudha.

Lebih lanjut, Yudha menyoroti persoalan pendidikan di Garut yang masih memprihatinkan. Rata-rata lama sekolah di Garut baru 7,8 tahun. Angka Partisipasi Murni (APM) SMA hanya 60,04 persen, sedangkan SMP 76 persen. Hal ini menjadi salah satu faktor rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Garut.
Menurut Yudha, besarnya DSP membuat banyak siswa miskin terpaksa putus sekolah. Ia juga menilai bahwa pelayanan pendidikan di Garut baru mencapai kategori “tuntas muda”, jauh dari “tuntas madya” atau “tuntas paripurna”.

“Bayangkan, tunas bangsa seperti Rizki menjadi minder untuk bersekolah hanya karena tidak mampu membayar DSP. Di mana letak sila kelima Pancasila: ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’? Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menanamkan nilai-nilai Pancasila justru mencederai nilai tersebut,” tutur Yudha.

Ia mendesak Pemkab Garut segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mengingat SMK berada di bawah kewenangan provinsi. Meski bukan kewenangan penuh pemerintah kabupaten, Yudha menegaskan bahwa koordinasi harus dilakukan untuk mencegah kasus serupa terulang.

“Langkah konkret dan cepat harus segera diambil agar tidak ada lagi anak bangsa yang terhenti pendidikannya hanya karena terbebani biaya sumbangan,” pungkasnya.